Materi yang akan disampaikan kali ini mengangkat sebuah fenomena Apabila Hilal Tidak dapat Terlihat, Namun Hisab Menyatakan dapat Terlihat?. Hal ini akan mengarah pada suatu pertanyaan, "apakah Ahli Hisab boleh mengamalkan apa yang menjadi tuntutan Hisabnya?", Dan apakah Hasil Hisab tersebut bisa menempati posisi Rukyatul Hilal, sehingga awal bulan Hijriyah dapat ditetapkan dengan Hisab ?.
Untuk menelaah permasalahan Apakah Ahli Hisab boleh mengamalkan apa yang menjadi tuntutan Hisabnya?, Dan apakah Hasil Hisab tersebut bisa menempati posisi Rukyatul Hilal, sehingga awal bulan Hijriyah dapat ditetapkan dengan Hisab ?, ditemukan Tiga (3) pendapat menurut Ulama madzhab Syafi'iyah.
Ketiga pendapat tersebut adalah :
- Ahli Hisab Boleh mengamalkan Hasil Hisabnya, sehingga Puasa Ramadhan yang dilakukannya sesuai Hasil Hisabnya dianggap cukup, akan tetapi orang lain tidak boleh mengikutinya. Pendapat ini merupakan pegangan Ibnu Hajar dalam Kitab Tuhfah karangannya dengan menukil keterangan kitab Majmu'.
- Ahli Hisab Boleh mengamalkan Hasil Hisabnya, begitu juga orang lain yang membenarkannya, sehingga Puasa Ramadhan yang dilakukan sesuai Hasil Hisab itu dianggap cukup. Pendapat ini yang dipegang oleh Al-Khatib Al-Syarbini.
- Ahli Hisab Wajib mengamalkan Hasil Hisabnya, juga wajib atas orang lain yang membenarkannya, sehingga Puasa Ramadhan yang dilakukannya sesuai Hasil Hisab itu dianggap cukup. Pendapat ketiga ini merupakan pilihan Al-Syihab Al-Ramli dan disetujui oleh Al-Thablawi.